Beranda

RESEARCH

Fixed Income Notes

01 Juli 2019

Fixed Income Notes 01 Juli 2019

Pada perdagangan akhir bulan kemarin, hari Jumat, tanggal 28 Juni 2019, harga Surat Utang Negara mengalami kenaikan yang didukung oleh menguatnya nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika sebagai respon akibat kondisifnya situasi ekonomi dan politik di domestik.
 
Pada perdagangan akhir pekan kemarin, hari Jumat, tanggal 28 Juni 2019, harga Surat Utang Negara mengalami kenaikan pada sebagian besar serinya hingga sebesar 53 bps yang mendorong terjadinya penurunan tingkat imbal hasil hingga sebesar 8 bps. Adapun untuk Surat Utang Negara yang bertenor pendek (1-4 tahun) mengalami rata—rata kenaikan harga sebesar 9,3 bps yang mengakibatkan terjadinya penurunan tingkat imbal hasil sebesar 4,1 bps. Sementara itu, untuk harga Surat Utang Negara bertenor menengah (5-7 tahun) mengalami kenaikanpada kisaran 2,4 bps hingga 30 bps yang berdampak pada penurunan tingkat imbal hasil yang berkisar antara 1 bps hingga 5 bps. Selanjutnya, untuk Surat Utang Negara dengan tenor panjang (diatas 7 tahun) didapati penurunan tingkat imbal hasil hingga sebesar 6 bps setelah adanya kenaikan harga yang mencapai 53 bps.

Harga Surat Utang Negara pada perdagangan akhir bulan kemarin ditutup dengan mengalami kenaikan sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan tingkat imbal hasil. Kenaikan harga tersebut didukung oleh menguatnya nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika sebagai respon akibat kondusifnya situasi ekonomi dan politik di domestik, dimana pada hari Kamis pekan kemarin, telah dibacakan putusan hasil sidang Mahkamah Konstitusi yang secara resmi mengukuhkan kemenangan Joko Widodo dan Ma’ruf Amin sehingga para pelaku pasar merasa lebih optimis karena arah kebijakan pemerintah tidak akan terlalu banyak berubah dan meminimalisir risiko terhadap pengambilankeputusan yang dilakukan oleh para investor. Selain itu, dari sisi eksternal, para pelaku pasar juga menantikan hasil pertemuan antara Donald Trump dan Xi Jinping pada pertemuan G20. Para pelaku pasar berharap bahwa ada arah kebijakan positif yang dihasilkan pada pertemuan besar tersebut. 

Secara keseluruhan, pergerakan harga Surat Utang Negara pada perdagangan akhir pekan kemarin telah mendorong terjadinya penurunan imbal hasil Surat Utang Negara seri acuan. Adapun untuk tenor 5 tahun mengalami penurunan imbal hasil sebesar 3 bps dilevel 6,833% dan untuk tenor 10 tahun mengalami penurunan mencapai 4 bps di level 7,347%. Sementara itu, untuk Surat Utang Negara seri acuan dengan tenor 15 tahun dan 20 tahun, juga terjadi penurunan imbal hasil masing-masing turun sebesar 6 bps di level 7,653% dan 2,2 bps di level 7,922%.

Perubahan imbal hasil juga terlihat pada perdagangan Surat Utang Negara dengan denominasi mata uang dollar Amerika, dimana pada perdagangan akhir bulan Juni kemarin sebagian besar imbal hasilnya bergerak mengalami penurunan seiring dengan penurunan yang terjadi pada surat utang regional. Imbal hasil dari INDO24 ditutup dengan mengalami penurunan sebesar 1,2 bps di level 2,973% setelah mengalami kenaikan harga sebesar 6 bps. Adapun imbal hasil dari INDO29 mengalami penurunan sebesar 2,4 bps di level 3,386% setelah mengalami kenaikan harga sebesar 21 bps dan imbal hasil dari INDO44 yang mengalami penurunan sebesar 2 bps di level 4,299% setelah mengalami kenaikan harga sebesar 37 bps. Sementara itu, untuk seri INDO49 didapati kenaikan harga sebesar 42 bps yang mendorong terjadinya penurunan tingkat imbal hasil sebesar 2,2 bps di level 4,181%.

Volume perdagangan Surat Utang Negara yang dilaporkan pada perdagangan kemarin meningkat dibandingkan perdagangan sebelumnya yaitu senilai Rp15,09 triliun dari 39 seri Surat Utang Negara yang diperdagangkan dengan volume perdagangan seri acuan yang dilaporkan senilai Rp7,69 triliun. Surat Utang Negara seri FR0078 menjadi Surat Utang Negara dengan volume perdagangan terbesar, senilai Rp4,84 triliun dari 20 kali transaksi di harga rata - rata 106,25% yang diikuti oleh perdagangan Obligasi Negara seri FR0079 senilai Rp1,16 triliun dari 123 kali transaksi di harga rata - rata 104,83%. 

Sementara itu dari perdagangan surat utang korporasi, volume perdagangan yang dilaporkan menurun dibandingkan dengan perdagangan sebelumnya senilai Rp1,45 triliun dari 52 seri obligasi korporasi yang diperdagangkan. Obligasi II Tridomain Performance Materials Tahun 2019 (TDPM02) menjadi obligasi korporasi dengan volume perdagangan terbesar, senilai Rp400,00 miliar dari 7 kali transaksi di harga rata—rata 100,03% dan diikuti oleh perdagangan Obligasi Berkelanjutan I Bank BJB Tahap II Tahun 2018 Seri A (BJBR01ACN2) senilai Rp200,00 miliar dari 5 kali transaksi di harga rata - rata 100,00% yang kemudian diiringi dengan Obligasi Berkelanjutan II Chandra Asri Petrochemical Tahap II Tahun 2019 (TPIA02CN2) sebesar Rp150,00 miliar untuk 1 kali transaksi di harga 100,15%. 

Pada perdagangan akhir pekan kemarin, nilai tukar Rupiah mengalami penguatan sebesar 14,00 pts (0,10%) di posisi 14128,00 per dollar Amerika setelah bergerak dengan arah yang bervariasi dengan kecenderungan mengalami penguatan di sepanjang sesi perdagangan . Adapun penguatan Rupiah tersebut  bergerak pada kisaran pada kisaran 14102,00 hingga 14140,00 per dollar Amerika. Penguatan nilai tukar rupiah tersebut terjadi ditengah penguatan keseluruhan seri  mata uang regional. Adapun yang memimpin penguatan mata uang regional didapati pada mata uang Baht Thailand (THB) sebesar 0,33% yang kemudian diikuti oleh mata uang Won Korea Selatan (KRW) sebesar 0,29% dan Ringgit Malaysia (MYR) sebesar 0,28% terhadap Dollar Amerika. Adapun selama 6 bulan terakhir ini Rupiah cenderung menguat sebesar 3,11% dan selama 5 hari terakhir menguat sebesar 0,21% terhadap Dollar Amerika.

Pada perdagangan hari ini kami perkirakan harga Surat Utang Negara masih akan cenderung bergerak dengan mengalami penguatan. Kami menilai penguatan harga tersebut didorong dari eksternal dimana pada akhir pekan kemarin Presiden Donald Trump dan Presiden Xi Jinping telah mendiskusikan beberapa kesepakatan dagang pada KTT G20 yang berlangsung di Osaka, Jepang. Pada pertemuan tersebut, China akan bersedia membeli produk-produk agrikultur Amerika dalam jumlah besar dimana hal ini akan berdampak pada laju perekonomian Amerika dan global. Hanya saja, para pelaku pasar perlu mencermati adanya faktor kenaikan harga minyak yang dapat mempengaruhi neraca perdagangan Indonesia. Kami perkirakan dengan adanya beberapa sentimen tersebut, pergerakan pasar keuangan domestik masih cukup stabil. 

Sementara itu, imbal hasil dari US Treasury pada perdagangan kemarin ditutup dengan mengalami kenaikan. Imbal hasil dari US Treasury dengan tenor 10 tahun ditutup meningkat di level 2,038% seiring dengan tenor 30 tahun yang ikut ditutup naik pada level 2,554%. Kenaikan imbal hasil US Treasury pada perdagangan akhir bulan lalu seiring dengan menguat saham utamanya yaitu untuk indeks NASDAQ yang menguat sebesar 48 bps di level 8006,24 dan untuk indeks DJIA juga menguat sebesar 28 bps sehingga berada di level 26599,96. Sementara itu, imbal hasil dari surat utang Inggris (Gilt) dengan tenor 10 tahun juga mengalami kenaikan pada level 0,834%. Namun, imbal hasil dari surat utang Jerman (Bund) ditutup turun di level –0,328%. 

Rekomendasi
Dengan kondisi tersebut kami sarankan kepada investor untuk tetap mencermati arah pergerakan harga Surat Utang Negara dengan melakukan strategi trading memanfaatkan momentum kenaikan harga Surat Utang Negara di pasar sekunder. Kami masih merekomendasikan Surat Utang Negara sebagai portofolio trading seperti seri FR0053, FR0061, FR0035, FR0063, FR0070, FR0056, dan FR0059. 
 
Pada sepekan kedepan terdapat sembilan surat utang yang akan jatuh tempo senilai Rp10,37 triliun.  
 

Back Download PDF
Copyright © 2024 MNC Sekuritas. All Right Reserved. A Member of MNC Group