Selama sepekan lalu pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penguatan sebesar +49.7 poin atau +0.83% ke level 6,018,5. Mayoritas pelemahan tersebut seiring dengan pelemahan pada financial markets di emerging markets, khususnya di Asia. Tampaknya indonesia berdampak buruk akibat defisit neraca transaksi berjalan sama halnya seperti di India dan Philippines. Selain itu, faktor eksternal juga dominan mempengaruhi, seperti perselisihan dagang antara US dan China yang terus bergulir, kuatnya pertumbuhan aktivitas ekonomi US, dan financial crisis di Turkey dan Argentina. Hal tersebut menyebabkan peningkatan pada net capital outflow di emerging markets. Dalam jangka menengah, kemungkinan tekanan pada IHSG masih akan berlanjut di tengah peningkatan pada net capital outflow yang didorong oleh ekspektasi kenaikan suku bunga US, perselisihan dagang antara US dan China masih akan bergulir, perkembangan pemulihan dari financial crisis di Turkey dan Argentina, dan ketidakpastian Brexit. Pola grafik IHSG membentuk head and shoulder .Kami perkirakan IHSG akan bergerak dalam range 5,720-6,060.
Wall Street dalam sepekan bergerak menguat +174 atau +0.68% di level 25.964. Penguatan tersebut di dukung karena Presiden Amerika Donal Trump perihal adanya sepekatan perdagangan dengan Meksiko. Amerika Serikat dengan Meksiko bersepakat untuk membuka jalan bagi perubahan Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA). Kekhawatiran pun sedikit merada bagi pelaku pasar, pasalnya perselisihan antara Amerika Serikat dan mitra dagangnya menjadi sentiment negatif bagi pelaku pasar.
Bursa Asia pekan lalu di tutup mayoritas menguat. Bursa Asia nampaknya mengekor kenaikan Wall Street pada pekan lalu. Harga Komoditas bergerak mixed pada pekan lalu. Kenaikan terbesar terjadi pada harga CPO sebesar +22 atau +1.01% kelevel 2,200. Penurunan paling besar terjadi pada harga Nikel yaitu sebesar –615 poin atau –4.58% kelevel 12,800.
